Kamis, 25 November 2010

AGAMA DAN MASYARAKAT
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional, tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut, dan sila ketuhanan yang maha esa sampai pada pengalaman agamanya para tasauf. Hal diatas membuktikan bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate.

Membicarakan peranan agama dalam kehidupan sosial menyangkut dua hal yang berhubungan erat, yaitu pengaruh dari cita-cita agama dan etika agama dalam kehidupan individu dari kelas sosial dan grup sosial, perseorangan dan kolektivitas, dan mencakup kebiasaan dan cara semua unsur asing agama diwarnainya. Yang lainnya juga menyangkut organisasi dan fungsi dari lembaga agama sehingga agama dan masyarakat itu berwujud kolektivitas ekspresi nilai-nilai kemanusiaan.

Peraturan agama dalam masyarakat penuh dengan hidup, menekankan pada hal-hal yang normatif, atau menunjuk kepada hal-hal yang sebaiknya atau seharusnya dilakukan.

Karena latar belakang sosialnya yang berbeda dari masyarakat agama, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula.

Salah satu kasus akibat  tidak terlembaganya agama adalah "anomi", yaitu keadaan disorganisasi sosial dimana bentuk sosial dan kultur yang telah mapan menjadi ambruk. Hal ini disebabkan oleh hilangnya solidaritas apabila kelompok lama dimana individu merasa aman dan responsif dengan kelompok tersebut cenderung ambruk.

Masyarakat Industri Sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian terhadap alam fisik tetapi yang paling penting adalah penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin luas, sering kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama dan kebiasaan-kebiasaan agama peranannya sedikit.

Pelembagaan Agama
Agama begitu universal, permanen dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami agama, akan sukar memahami masyarakat. hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan struktur agama.

kaitan agama dan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K Nottingham, 1954)

a). Masyarakat terbelakang dan nilai-nilai sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain. sifat-sifatnya:
- agama memasukan pengaruh-pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat yang mutlak
- agama menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan. Dalam hal ini nilai-nilai agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan

b). Masyarakat Praindustri yang sedang berkembang
Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam masyarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan sekular itu sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan. Fase kehidupan sosial diisi dengan upacara tertentu. Agama hanya memberikan dukungan terhadap adat-istiadat. Nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan fokus utamanya pada pengintegrasian kaitan agama dengan masyarakat. Agama lebih tahan terhadap kajian ilmiah dibandingkan dengan adat dan kebiasaan. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu pandangan yang emosional dan fikiran yang bias.

Kebiasaan pandangan emosional ini akibat agama dengan segala sifatnya melibatkan nilai-nilai dasar yang menyebabkan agama itu hampir tidak mungkin dipandang dengan sikap yang netral. Pengamat biasanya menyimpulkan bahwa agama bersifat mengelabui pikiran dan terbelakang atau menyimpulkan agama bagi penganutnya terbaik dan tertinggi.

Agama melalui wahyunya ataupun kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia guna memenuhi kebutuhan mendasar, yakni selamat dunia akhirat, di dalam perjuangannya tetu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut perlu jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk kedalam sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama manjadi salah satu aspek kehidupan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam beberapa hal bersifat penting keagamaan.

Lembaga keagamaan pada puncaknya adalah berupa peribadatan, pola ide-ide dan keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual, tingkat pemujaan, dan tingkat organisasi

Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus semula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri organisasi kemudian menjadi organisasi keagamaan yang terlembaga. Misalnya, organisasi Muhamadiyah, yang dipelopori oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan yang menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Qur'an telah memberi inspirasi kepada Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah. Salah satu motonya adalah Muhammadiyah dipandang sebagai "segolongan dari kaum" mengajak kepada kebaikan, mencegah perbuatan jahat (amar ma'ruf nahi 'anil munkar)..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar